Selasa, 26 April 2011

Seputar nikah muda

Sering banget liat billboard BKKBN yang terpampang di pinggir jalan, tulisannya "Pernikahan dini banyak problemnya. Raih prestasi tunda pernikahan dini...". Agak bingung dengan definisi pernikahan dini, mungkin bisa diartikan menikah pada usia muda. Kata 'muda' sifatnya relatif. Berdasarkan pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Itu batas minimal yang diatur oleh negara, sedangkan dalam Islam tidak ada batasan umur untuk menikah. Bahkan istri Rasulullah, Aisyah, menikah di usia 9 tahun sebelum ia dewasa (jika haid merupakan penjelasan dari kata dewasa).



Mungkin kalimat dalam billboard itu mengartikan pernikahan dini adalah pernikahan tanpa rencana. Aku sepakat dengan pernikahan haruslah terencana, karena pernikahan perlu persiapan baik dalam hal fisik maupun mental. Secara fisik seorang wanita juga membutuhkan kesiapan jika setelah menikah kemudian hamil dan punya anak. Selain itu harus dipikirkan juga mengenai rencana-rencana setelah menikah, seperti berapa jumlah anak, pendidikan, dan pekerjaan. Karena tanpa perencanaan, menikah sama saja dengan sekedar mengesahkan hubungan pria dan wanita tanpa masa depan yang jelas.



Aku dan suamiku menikah di usia yang sama-sama 23 tahun. Mungkin bagi beberapa orang usia segitu bisa dibilang muda. Menurutku ada benarnya juga tidak. Secara fisik, usia 23 tahun bagi seorang wanita sudah siap untuk menikah dan punya anak. Tapi memang di usia kami yang masih 23 tahun, belum mapan dalam hal karir. Tapi bukan berarti kami tidak memikirkan masalah finansial masa depan kami. Toh kami merasa penghasilan kami cukup untuk membiayai kebituhan hidup, yah baru sekedar cukup atau tidak berlebihan. Bahkan saat ini kami sedang berusaha mencicil rumah, meskipun bukan rumah mewah dan memerlukan usaha penghematan untuk menyisihkan uang cicilan per bulannya. Itulah pelajaran hidup yang kami dapat dalam pernikahan di usia muda ini.



Aku sangat sepakat dengan ucapan suamiku "menikah muda tidak menghalangi karir dalam pekerjaan". Selain itu, menikah muda bukan berarti menghalangi kita untuk berprestasi. Banyak contoh orang-orang di sekitarku yang menikah muda tapi masih dapat melanjutkan kuliah sampai S2 atau S3 di luar negeri. Bahkan aku pernah mendapat cerita seorang mahasiswi yang sedang S3 sambil menggendong kedua anaknya yang masih kecil. Subhanallah, dengan niat yang kuat insyaAllah menikah muda bukan halangan untuk berkarir maupun berprestasi.


Senin, 18 April 2011

Melihat rejeki Allah di setiap peluang



Miris mendengar cerita seorang teman yang bekerja di daerah Sudirman dengan gaji 700 ribu rupiah per bulannya, belum lagi dipotong bayar kosan 400 ribu rupiah per bulan. Sisa uang 300 ribu rupiah harus cukup untuk membiayai transportasi dan makan selama sebulan. Masih bersyukur karena ia punya teman satu kos yang kadang ditumpangi untuk berangkat dan pulang kerja, itu juga kalau kebetulan mereka bisa berangkat bareng. Belum lagi ia harus menahan rasa lapar karena kehabisan uang.


Lain lagi cerita teman yang bekerja sambil kuliah, dengan gaji satu juta per bulan sebagiannya habis untuk bayar cicilan pinjaman uang kuliah. Belum lagi masih ada adik yang harus dibiayai sekolahnya. Hidupnya bergantung dengan kebaikan penjual makanan di kantin yang sering ia hutangi sebelum mendapatkan gaji. Tapi bersyukurnya ia sering mendapat proyek dari pekerjaannya dan uang transportasi jika ia ditugaskan keluar kantor. Setidaknya masih ada tambahan penghasilan untuk menutupi hutang-hutangnya.


Mungkin kita melihat betapa sulitnya hidup mereka, tapi kita tidak tahu di balik ujian Allah itu mungkin Allah sedang Mempersiapkan kehidupan yang lebih baik. Allah telah Mengatur rejeki setiap hambaNya, kita hanya perlu untuk berdoa, berusaha dan tawakal. Kita harus pandai mencari peluang dimana Allah akan Menurunkan rejeki itu. Jangan pernah menganggap remeh suatu pekerjaan dengan alasan tidak cocok atau dengan gaji yang tidak sesuai, mungkin itu awal dari ujian yang Allah Berikan, mungkin juga itu merupakan jalan menuju keberkahan dan rejeki yang Allah siapkan untuk kita. Setiap langkah, selama kita masih bisa dan mampu, jangan pernah berhenti untuk berusaha. Karena berhenti atau diam sama saja dengan kematian. Bahkan kita dianjurkan berjalan dan keluar rumah untuk mencari rejeki itu. Entah nanti kita akan menemukan sekoin uang, atau kita akan bertemu dengan orang yang akan memberi kita pekerjaan atau bahkan diberi sebungkus nasi sekedar untuk memenuhi kewajiban kita pada tubuh ini. Allah tidak pernah tidur, Allah tidak pernah diam Melihat setiap usaha hambaNya. Kalaupun Allah belum juga mendatangkan rejeki itu pada kita, itu karena Allah ingin Melihat seberapa kuat usaha kita untuk 'merayu' Allah dengan setiap doa yang kita panjatkan.

Kamis, 14 April 2011

My baby is a girl !!!







Alhamdulillah, kata dokter insyaAllah bayiku berjenis kelamin perempuan! Pasti seneng kalau ngebayangin bisa ngedadanin anak sendiri, kepala botak pakai pita, baju renda warna pink, rambut ikal yang lembut, kalau udah gedean dikit bisa nyanyi sambil joget! heheee...


Tapi yang pasti, bunda selalu berdoa buat calon bidadari bunda. Semoga kamu jadi anak yang sholehah, bisa menjaga diri dan nama baik keluarga serta agama. Menjadi anak yang baik di dunia dan akhirat, menjadi qurrota 'ayun bagi orang tua dan keluarga. Aamiin...

Jumat, 01 April 2011

Suamiku Footballholic...

Pertandingan piala AFF yang dimulai sekitar bulan Desember 2010 lalu, memberikan kesan pertamaku menonton bola langsung di stadion GBK Jakarta. Padahal saat itu aku sedang mengandung usia 1 bulan. Suasana yang ramai dan bising membuatku sedikit mual, dan tempat duduk yang kurang nyaman serta asap rokok yang mengepul di sekitarku sangat tidak nyaman bagi ibu yang hamil muda. Apalagi saat itu pertandingan Indonesia melawan Malaysia, yang hubungan kedua negara ini sempat memanas.


Ketika seorang pemain Indonesia menggiring bola hingga ke gawang Malaysia, orang-orang yang menonton di sekitarku berdiri untuk menanti gol pertama bagi Indonesia, begitu juga suamiku. Dan ternyata "GOOOOLLLL !!!", semuanya berteriak histeris. Spontan perutku yang daritadi sudah merasa mual, akhirnya muntah juga. Untungnya aku selalu sedia kantong plastik dan tisu di dalam tas. Meskipun melihat istrinya sedang muntah-muntah di sampingnya, suamiku tak langsung menghentikan kesenangannya akan gol pertama itu. Dia hanya mengelus-elus kepalaku dan menyuruhku memakan buah jeruk yang kami bawa dari rumah untuk mengobati rasa mual. Kemudian iapun kembali asik bersama penonton yang lain.


Bukan hanya kali itu aku merasa dinomorduakan dengan acara bola oleh suamiku. Pernah suatu malam kami hendak pulang dari rumah orang tua di Bogor ke kontrakan kami di daerah Depok. Tapi karena malam itu ada pertandingan klub bola asal Kota Bandung kesukaannya di tayangkan di televisi, kami menunda jam pulang yang tadinya sore hari menjadi malam hari setelah pertandingan sepak bola selesai. Saat itu aku sudah merasa amat mengantuk sampai aku tertidur di sofa demi menemani suamiku menonton bola. Setiap aku mengajak suamiku segera pulang, ia selalu menjawab dengan "sabar ya, sebentar lagi kok!". Hingga akhirnya aku pindah ke kamar dan menangis. Mungkin dia merasa bersalah dan menyusulku ke kamar. Sempat sedikit bertengkar, tapi akhirnya dia minta maaf dan akhirnya mengajakku pulang.