Kamis, 09 Juli 2009
sedikit mengenai pembelajaran etika politik...
teringat akan mereka...
Malam sebelumnya aku iseng nanya sama bapak “pak, bapak udah rela Billy kuliah di Bandung?” Beliau jawab “yah namanya juga anak sekolah, bapak mah rela”. Hiks… jadi kepengen nangis! Gak kerasa anak-anak bapak dan ibu udah gede, dan pasti suatu saat juga bakal “pergi” dari rumah kayak cerita si ibu tetangga tadi. Ibu tetangga yang lain juga pernah bilang padaku kalau ibuku bercerita padanya tentang aku dan abangku yang sekarang udah kerja, katanya ibu cerita sambil nangis saking senengnya dan terharunya. Padahal aku dan abangku kerja juga masih belajar dan masih jauh dari kata mapan, apalagi sampe bisa ngasih sesuatu buat ibu.
Aku jadi sedikit inget sama seorang ibu tua, kayaknya malah lebih tua dari nenekku, yang sering aku liat di stasiun Bogor. Ia berdiri dengan bertumpu pada sebuah tongkat sambil meminta belas kasihan orang yang lewat. Lalu pada seorang kakek tua yang sudah bungkuk berjalan kaki sendirian di sepanjang trotoar kebun raya. Inget dengan komentar bapak “duuhhh, kasian si aki! Anaknya kemana? Kalo nyasar atau gak inget jalan pulang gimana? Ntar kalo bapak udah tua jangan dibiarin jalan sendirian kayak gitu ya. Sekarang aja bapak udah pikun, apalagi kalo udah jadi aki-aki.” Dan ibu yang sering bilang “kalo ibu udah tua jangan dimasukkin ke panti jompo loh!” heheee…
Gak kebayang gimana kira-kira lima, sepuluh atau dua puluh tahun kedepan. Masihkah kedua orang tuaku bisa bersamaku? Pengennya habis lulus kuliah ini aku tinggal di Bogor nemenin ibu sama bapak yang mungkin udah pensiun, tapi kadang aku masih tetep kepengen bisa mengejar cita-cita juga… Belom lagi kalo udah nikah, gak tau bakal dibawa kemana sama suami (hihihiiiii..). Semoga dimudahkan untuk tetap menjaga dan merawat mereka, seperti mereka menjaga dan merawatku sewaktu aku masih kecil.
Rabu, 08 Juli 2009
Zaman Jahiliyah Modern
Ketika kita belajar Agama Islam waktu sekolah dulu, kita menganggap bahwa jahiliyah memiliki arti secara bahasa yaitu kebodohan, suatu zaman sebelum Rasul memperkenalkan Islam. Salah satu tokoh yang menggambarkan kejahiliyahan pada saat itu adalah Abu Jahl, pasti kita tidak asing lagi dengan namanya. Abu Jahl adalah nama populer dari 'Amr ibn Hisyam. Sesungguhnya ia merupakan tokoh quraisy yang ditakuti karena sifat kerasnya dan pernah mengakui bahwa dirinya adalah ‘aziizul kariim (orang perkasa lagi mulia). Ia menjadi salah satu penentang ajaran Rasul, dan “mengintimidasi” Abu Thalib (paman Rasul) untuk tetap menganut agama nenek moyang disaat beliau menghembuskan nafas terakhirnya. Jahiliyah yang sering diartikan sebagai kebodohan, kemiskinan, atau keterbelakangan sepertinya tidak sejalan dengan apa yang dimiliki oleh Abu Jahl. Tetapi justru ialah biang kejahiliyahan, yang merabunkan pandangan masyarakat saat itu terhadap kebenaran, menutup telinga atas ajaran tauhid, dan menghalangi orang untuk beribadah kepada Allah.
Pertama, tidak adanya iman yang sesungguhnya kepada Allah ta’aala. Saat ini banyak masyarakat kita yang mengaku beragama Islam namun tidak mau menjalankan apa yang telah diperintahkan, tidak mau menerima seluruh konsekuensi dari agama pilihannya, menerima segala aturan Allah dengan setengah-setengah dan masih percaya dengan kebiasaan nenek moyang seperti yang dilakukan oleh orang-orang quraisy.
Kedua, tidak adanya pelaksanaan hukum menurut apa yang telah diturunkan oleh Allah, namun hanya mengikuti hawa nafsu manusia. Dimana aturan yang seharusnya berdasarkan Al-Quran dan Hadits namun ternyata dibuat berdasarkan subjektivitas dan logika pribadi.
Ketiga, hadirnya thaghut yang membujuk manusia untuk tidak taat kepada Allah. Thaghut bukan hanya berarti berhala atau sesembahan, tetapi segala sesuatu yang di-Tuhan-kan oleh manusia. Para remaja misalnya, tidak sadar bahwa artis yang mereka idolakan bisa menjadi thaghut. Para penguasa tidak menyadari bahwa “kursi” yang mereka duduki atau kendaraan yang mereka gunakan juga bisa menjadi thaghut.
Keempat, adanya sikap menjauh dari agama Allah. Banyak manusia yang tidak merasa bersalah jika melakukan apa yang Allah larang. Kedzaliman sudah menjadi hal yang biasa, kemaksiatan menjadi pemandangan sehari-hari. Banyak orang membenarkan hal yang biasa, bukan membiasakan hal yang benar dan sesuai syariat. Kesalahan dianggap maklum, yang dicari adalah pembenaran bukan kebenaran.
Intinya, jahiliyah itu adalah syirik. Sadar atau tidak sadar, kita (termasuk saya) sering berada dalam kejahiliyahan. Bahkan kejahiliyahan dapat diatur atau diskenariokan oleh Abu Jahl-Abu Jahl modern saat ini. Bagaimana membentuk masyarakat yang takut dengan Islam, anti-syariat. Namun, kita masih bisa keluar dari kondisi ini dengan tetap berpegang pada apa yang telah diturunkan oleh Allah. Semoga kita bukan merupakan bagian dari masyarakat jahiliyah...
“Allah ta’aala Peindung orang-orang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya adalah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (Al-Baqarah: 257)
Wallahu ‘alam bishawab