Minggu, 07 Juni 2009

untuk seorang adik kecil

Tadinya aku berpikir, adik kecil tetaplah adik kecil... Tak sadar kalau adik kecil itu sekarang telah dewasa. Semalam ia bercerita banyak sekali tentang persiapannya masuk kuliah, aku menikmati ceritanya. Menikmati memandangnya bercerita dengan begitu antusias. Tak pernah sadar kalau suatu saat dia tak akan lagi bersamaku di bawah atap yang sama. Dia juga akan pergi, sama sepertiku, sama seperti abangku.

Bagiku, adik kecil tetaplah adik kecil yang harus selalu kujaga... Tak sadar adik kecil itu sekarang memiliki badan yang jauh lebih besar dari badanku, sehingga aku tak perlu khawatir lagi. Kulihat foto dirinya 16 tahun lalu, berkulit putih dan berbibir mungil (hahahaaa... lucu banget deh!). Kuingat bagaimana ia menangis ketika "dipaksa" makan oleh ibu, menangis waktu bertengkar dengan abangku, menangis jika berangkat sekolah TK, menangis sambil mengetuk-ngetuk pintu kamarku karena takut tidur sendirian. Tak pernah sadar kalau adik kecil itu sudah menjadi dewasa, dan tak pernah menangis lagi.

Setelah kutunaikan kewajibannku pada Rabbku, aku berdoa sambil mengingat adik kecilku. Betapa ia sangat kusayang, betapa aku sangat merasa kehilangan jika ia pergi jauh (padahal cuma ke Bandung). Aku meminta semoga Allah mengabulkan apa yang ia pinta, selalu menjaganya dimanapun ia berada.



09 Juni 200
9
For my little brother,
Selamat ulang tahun Bill...


Rabu, 03 Juni 2009

Dunia Pasca Kampus (versi risdie)

Ditulisan sebelumnya saya sudah memaparkan apa yang saya dapat dari seminar pasca kampus. Nah, sekarang saya mencoba untuk menceritakan rencana hidup saya setelah saya keluar dari kampus... (sebenernya sih berharap masih bisa di kampus, ngerasa belum siap menghadapi dunia pasca kampus! heheee...)

Hmmm…

Planning pertama, bekerja di lembaga pemerintahan. Kenapa? Sebenernya saya penasaran dengan dunia yang banyak dihindari oleh orang-orang yang takut “gak tahan” berada di ranah publik. Katanya sih, dulu para aktivis dakwah juga dilarang memasuki ranah ini. Namun dengan melihat kebutuhan sekarang, justru para aktivis dakwah sangat diperlukan mengisi pos-pos yang strategis dan menciptakan pemerintahan yang bersih. Tentunya untuk memasuki wilayah ini harus memiliki kompetensi keilmuan dan juga kekuatan iman (sanggup gak yaaaa....).

Planning kedua, menjadi seorang akademisi. Saya suka belajar dan mengajar. Mungkin ada keturunan juga kali ya dari kedua orang tua saya yang keluarganya mayoritas adalah pengajar. Setidaknya saya punya modal otak yang lumayan (hihihiiii!!! makasih ya pak, bu…) dan pengalaman pernah mengajar meskipun cuma sama temen2 dan privat ade tingkat. Tapi, untuk menjadi seorang akademisi pastinya memerlukan jenjang pendidikan yang tinggi (hal ini berkorelasi dengan biaya yang tinggi pula). Nah, sebenernya saya juga pengen nerusin S2 sih. Sempet ada kepengen ngambil jurusan Ekonomi Publik (kalo ada sih yang syariah sekalian…). Kalo udah punya modal ilmu ekonomi publik tapi ternyata gak jadi akademisi, ya ilmunya dipake buat masuk ke ranah publik tadi (heheheee…).

Planning ketiga, mau wirausaha aja… Sebenernya saya gak berbakat untuk jadi wirausahawan. Tapi kenapa saya tetap memasukkannya dalam rencana hidup? Pertama, Rasul juga mencontohkan untuk melakukan perniagaan. Kedua, udah banyak wirausahawan yang berhasil sehingga bisa mandiri secara financial. Selain itu ada sedikit keyakinan kalo saya punya bakat keturunan. Soalnya kedua orang tua saya adalah pebisnis diluar pekerjaan utama mereka, meskipun kecil-kecilan. Setidaknya kalo saya gak berniat bekerja di tempat lain, saya bisa nerusin usaha orang tua. Tiga buah ruko milik bapak dan satu buah kos-kosan punya ibu bisa jadi modal. Tapi karena keinginan terbesar saya adalah bekerja di pemerintahan, untuk menjadi wirausahawan saya simpan sebagai planning ketiga.

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaknya setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Al-Hasyr:18)

Allah menekankan agar kita memperhatikan kehidupan untuk hari esok baik untuk kehidupan dunia maupun akhirat. Semoga dengan menuliskan sebagian dari rencana hidup ini membuat saya lebih bersemangat untuk mencapainya dan semoga Allah meridhoi apa yang telah direncanakan menjadi sebuat kenyataan.

Selasa, 02 Juni 2009

Dunia Pasca Kampus

Menjadi mahasiswa tingkat akhir tidak mudah, apalagi jika dikaitkan dengan dunia pasca kampus. Apa yang akan kita hadapi setelah keluar dari kampus, seperti apakah dunia pasca kampus itu... Kebetulan saya pernah mengikuti seminar pasca kampus, dan itu cukup membantu mempersiapkan diri menghadapi dunia pasca kampus.

Katanya sih, dunia pasca kampus itu dibagi menjadi tiga sektor. Pertama, sektor Publik. Yang masuk ke dalam sektor ini adalah para penyelenggara negara, seperti orang-orang yang bekerja di lembaga pemerintah (PNS kali yaaa...), termasuk para wakil rakyat yang duduk di DPR atau bahkan Presiden dan kabinetnya. Kedua, sektor Privat. Yang masuk ke dalam sektor ini adalah orang-orang yang bekerja di institusi yang berorientasi pada profit, misalnya pengusaha atau pegawai perusahaan swasta. Ketiga, yaitu sektor selain Publik dan Privat. Biasanya disebut sektor Ketiga. Orang-orang yang berada di sektor ini adalah orang yang bekerja di luar sektor Publik dan Privat. Contohnya akademisi, orang yang bekerja di lembaga sosial, parpol, atau LSM.

Nah, bagaimana kita memilih sektor apa yang pas dengan karakter diri...

Pertama2, gali bakat dan potensi yang kita miliki. Misalnya dengan menuliskan sifat2 utama kita, baik yang positif maupun yang negatif. Contoh: sifat kita adalah pekerja keras, mudah bergaul, tapi gak bisa kerja di bawah tekanan, boros, dll. Nah, kalo sifat2 kayak gini bisa aja mengarah ke rencana menjadi pengusaha. Trus kita lihat hobi yang kira2 bagus untuk dimasukin ke rencana kita. Contoh: hobi kita makan bakso, kalo punya kemauan kita bisa jadi pengusaha bakso (hehe...). Atau kalo hobi kita berorganisasi, apalagi yang banci tampil (maap..) bisa tuh dijadiin modal untuk masuk ke sektor publik. Kalau hobi kita ngasih les privat adek2 tingkat, itu bisa jadi modal untuk jadi pengajar.

Kalo punya prestasi tulis juga tuh, prestasi kan gak mesti yang dapet piala. Misalnya kita pernah menjadi ketua panitia atau ketua organisasi di kampus, berarti kita punya modal menjadi pemimpin. Kira2 data itu yang dibutuhkan untuk menentukan rencana ke depan. Dari semua yang kita tuliskan, bisa dibikin suatu kesimpulan. Misalnya: Rencana A menjadi dosen sekaligus pengusaha bakso di kampus (haha... kesimpulan yang aneh! tapi ini contoh kecilnya).

Udah siap merencanakan dunia pasca kampus kamu???

Senin, 01 Juni 2009

Mang Iming

Seseorang yang aku temui hari Minggu kemaren saat aku keluar dari sebuah rumah makan di daerah Pakuan. Tadinya sih gak yakin kalo itu beneran dia, tapi ingatanku gak mungkin salah... Beliau gak banyak berubah!

Terlintas kejadian 13 tahun lalu, ketika aku masih kelas 3 SD...

Hari itu hari Jumat, aku masuk sekolah jam 2 siang. Entah kenapa hari itu jemputanku gak dateng-dateng. Padahal aku udah nunggu di depan jalan rumahku. Akhirnya karena takut tambah telat, aku minta abangku yang baru pulang sholat Jumat untuk mengantarkan ke sekolah. Yah, saat itu abangku juga masih sekolah kelas 5 SD, tapi setidaknya dia udah bisa naek angkot sendiri.

Akhirnya berita itu sampai juga ditelingaku...

Mang Iming kecelakaan!!!

Ya, dia adalah supir jemputanku. Dia orang yang sangat baik, dan ibuku juga percaya aku dianter jemput olehnya. Aku dan keluargaku cukup dekat dengan beliau. Mendengar kabar itu, aku langsung nangis... Ternyata mobil jemputan Mang Iming ditabrak oleh mobil lain yang dikemudikan oleh seorang ibu berkebaya yang bukannya menginjak rem, tapi malah menginjak gas. Mobil jemputan Mang Iming terguling, menewaskan satu orang anak kelas 1 SD tetangga. Mang Iming sempat dibawa ke kantor polisi untuk dimintai keterangan... Dan memang ternyata bukan beliau yang salah. Tapi kejadian itu sangat membuat trauma Mang Iming dan beberapa orang tua yang menitipkan anak-anaknya kepada beliau, termasuk ibuku.

Sejak saat itu aku diajari naek angkot sendiri ke sekolah...

Beberapa tahun sejak kejadian itu, aku pernah beberapa kali ketemu Mang Iming. Setelah berhenti menjadi supir jemputan, beliau beralih profesi menjadi supir angkot. Dan kemarin ketika aku bertemu lagi dengannya, dia sudah membawa mobil Atoz berwarna oranye. Satu hal yang bikin aku seneng, beliau masih mengingatku, ibu dan juga abangku!!!

13 tahun sudah kejadian itu berlalu...
Semoga Mang Iming selalu dalam penjagaan Allah, Dzat yang paling baik menjaga sesuatu...