Senin, 19 Juli 2010

Moga Mereka Disayang Allah



Setelah cerita tentang Fariz, aku ingin sedikit menceritakan buku yang baru selesai kubaca. Sebenernya ini buku lama terbitan tahun 2006, tapi temanku yang merekomendasikan buku ini karena isinya mirip dengan cerita tentang Fariz. Hanya butuh beberapa jam dalam semalam aku menghabiskan buku ini sampai selesai.




Diawali dengan kisah seorang anak perempuan bernama Melati yang berusia 6 tahun yang buta, tuli dan bisu sejak usia tiga tahun (sama dengan Fariz). Kondisinya itu disebabkan saat ia jatuh terduduk (sedangkan Fariz karena tertular virus yang menyerang otaknya). Selama tiga tahun ia hidup dalam gelap, sunyi, tanpa tahu apa-apa (dan aku yakin Fariz juga mengalami hal yang demikian). Begitu juga dengan kedua orang tuanya, perasaan hancur saat tahu anaknya yang sangat dikasihi tak bisa mengenal dunia, serta Ayah-Bundanya (begitu juga dengan kedua orang tua Fariz). Namun, kasih mereka menciptakan suatu kekuatan untuk bangkit dan terus semangat membesarkan buah hatinya dalam segala keterbatasan. Cinta yang membuat kedua orang tua mereka berbesar hati, bukan sekedar sabar yang mereka butuhkan. Tapi lebih dari sabar, kata Ayah Fariz.


Sepanjang aku membaca buku ini, hanya air mataku yang terus keluar tanpa suara. Buku ini memang luar biasa, tapi bukan karena cerita di dalam buku ini aku menangis. Aku tahu cerita di buku ini hanya fiksi, yang terinspirasi dari kisah nyata Hellen Keller. Seorang tokoh wanita yang mengalami buta, tuli dan bisu sejak kecil. Bahkan sewaktu masih kecil ketika aku membaca buku tentangnya, aku selalu menganggap Hellen Keler hanyalah tokoh dalam buku cerita.


Setiap kalimat di dalam buku yang menyatakan kesabaran, kekuatan dan semangat untuk terus melawan keterbatasan-lah yang mengingatkan aku dengan Fariz. Bocah yang tidak pernah aku lihat secara langsung, yang ku tahu dari cerita Ayahnya. Fariz begitu nyata terbayang selama Ayahnya menceritakan tentang Fariz. Setiap kalimat di dalam buku, yang kubayangkan hanya Fariz, Ayah dan Bundanya. Begitu luar biasa. Harus kuakui meskipun buku ini juga luar biasa, tapi buku ini tetap hanyalah fiksi. Pengalaman Ayah-Bundanya Melati kalah jauh dengan pengalaman nyata hidup Ayah-Bundanya Fariz.


Moga Ayah-Bundanya Fariz Disayang Allah




.Dari buku Moga Bunda Disayang Allah, -Tere Liye-.

Minggu, 18 Juli 2010

Perjalanan 15 Jam

Pengalaman kali ini benar-benar membuatku gak bisa lupa...
.
Suatu hari sepulang dari rumah Mbah di Solo, aku naik bis sama Ibu. Kebetulan kita dapat kursi yang agak jauh, karena waktu beli tiket ternyata sudah penuh dan kita kebagian kursi sisa. Aku duduk sebangku dengan seorang Bapak yang kira-kira usianya 40-an tahun dengan rambut dan jenggot yang mulai beruban, kaca mata dan topi yang digunakan. Pertama kali kulihat, ia sedang membaca buku dengan cukup serius. Aku baru bisa mengajaknya bicara setelah ia menutup buku dan melepas kaca matanya.
.
Setelah memperkenalkan diri ia bertanya dimana aku kuliah. Setelah dia tahu kuliahku di UI, dia cerita keponakannya ada yang kuliah di UI juga. Trus keponakan yang lain kuliah di universitas "anu", trus ada lagi yang di universitas "itu". Terlintas di kepalaku "qo Bapak ini gak cerita soal anaknya ya?". akhirnya kuberanikan diri untuk nanya soal anaknya, "anak Bapak udah kuliah juga?".
.
Cerita dimulai dengan jawaban dari Si Bapak, "kebetulan anak saya punya kebutuhan khusus"...
.
Namanya Fariz, sekarang umurnya sudah 16 tahun. Ia terlahir normal, namun pada usia 3 tahun 2 bulan ia terserang demam dan dibawa ke rumah sakit. Ternyata di rumah sakit ia tertular suatu virus yang menyerang otaknya. Dokter menyatakan Fariz terkena radang otak yang menyebabkan ia menjadi tuna ganda yaitu buta, tuli dan bisu serta memvonis kalau Fariz akan hidup di atas kursi roda. Bapak dan Ibunya sangat terpukul mendengar vonis dokter, terutama Ibunya. Fariz yang dilahirkan sempurna, sudah bisa berjalan dan berbicara layaknya anak usia 3 tahun lainnya, kini tak bisa apa-apa.
.
Butuh 2 tahun untuk Si Bapak meyakinkan istrinya agar bisa menerima kenyataan dan membangkitkan semangat untuk masa depan Fariz. Kemudian mereka merencanakan untuk memiliki anak lagi, mereka berharap kalau anak mereka sudah besar, ia bisa ikut mengurusi kakaknya Fariz. Akhirnya tahun berikutnya istri Si Bapak hamil, tapi Allah Berkehendak lain, gak lama kemudian istrinya mengalami keguguran kandungan. Tak menyerah, tahun berikutnya mereka mencoba lagi. Akhirnya Si Ibu hamil, lagi-lagi Allah masih Berkehendak untuk menggugurkan kandungan Si Ibu. Masih juga tak menyerah, tahun berikutnya Si Ibu hamil lagi untuk yang ketiga kalinya. Namun, Allah masih belum Memberikan kemampuan pada mereka untuk punya anak lagi. Terakhir tahun 2007, untuk keempat kalinya Si Ibu hamil. Ternyata memang rencana Allah yang berjalan, Si Ibu juga mengalami keguguran. Manusia punya rencana, tapi Allah-lah yang Menentukan jalan hidup manusia.
.
Alhamdulillah Allah menunjukkan kekuasaan-Nya, Fariz bisa berjalan tanpa kursi roda seperti yang divonis oleh dokter, meskipun untuk berjalan Fariz harus dituntun. Sekarang Fariz sudah bersekolah, meskipun dengan susah payah mengajarkan ia untuk mandiri agar bisa melakukan aktivitas seperti makan dan pakai baju sendiri. Selain itu, sekarang Fariz lagi belajar "marah". Iya betul, marah. Karena sebelumnya Fariz belum bisa berekspresi. Sekarang Fariz sudah bisa marah, diapa-apain sudah bisa marah! heee... Setelah itu dia akan diajari untuk tersenyum, tertawa, dan ekspresi lainnya.
.
Begitulah cerita Bapaknya tentang Fariz. Sepanjang Bapak itu bercerita, aku hanya bisa mendengarkan sambil nangis! hee... Untungnya sudah malam dan lampu di dalam bis dimatikan, dan kebetulan juga Si Bapak gak pernah melihat mukaku selama ia bercerita. Ku biarkan air mataku mbleweran di pipi dan sesekali menjawab dengan kata-kata "iya". Cerita tentang Fariz membuatku terharu dan sangat kagum dengan kesabaran dan ketabahan Si Bapak selama 13 tahun merawat Fariz dengan kondisinya. Terlebih lagi ketika dalam perjalanan di tempat peristirahatan, tanpa menuju ke tempat lain terlebih dahulu ia langsung menuju musholla untuk menunaikan kewajiban sholat isya dan maghrib yang tertinggal.
.
Semoga Allah Mentakdirkan kebaikan kepada mereka, dan memberikan kekuatan bagi mereka untuk terus membesarkan Fariz. Dan semoga Fariz menjadi anak yang bisa memberikan kebanggan kedua orang tuanya. Satu lagi doaku, agar aku bisa dipertemukan kembali dengan Si Bapak juga bisa kenal dengan Faris dan Ibunya. Amin
.
.15-16 Juli 2010, Bis Raya Solo-Bogor kursi No 3.