Rabu, 06 Mei 2009

hikmah dari satu kalimat

Siang ini air di kamar mandi tempat ku bekerja sedang mati, padahal sudah waktunya sholat dzuhur… Akhirnya ku putuskan untuk sholat di Masjid Ukhuwah Islamiyah (MUI), di samping gedung kantorku. Lebih jauh sih dibandingkan dengan mushola yang ada di lantai bawah, tapi gak apa2, setidaknya aku masih bisa mengharapkan pahala dari setiap langkahku menuju dan pulang dari masjid itu.

Hmmmm… MUI.
Jadi teringat ketika tempat itu menjadi tempat yang memiliki tingkat kenyamanan cukup tinggi buatku, terutama ketika aku masih menjadi mahasiswa kelas pagi. Sambil jalan aku mendengar seseorang sedang menyampaikan ceramah ba’da sholat dzuhur, mungkin seorang ustadz. Sebenernya sih gak terlalu fokus ngedengerin, soalnya aku langsung masuk ke tempat wudhu. Tapi ada satu kalimat yang paling aku tangkep dari ceramah ustadz itu…

“tidak ada satu makhluk pun yang tidak mengetahui siapa Tuhannya”

Setelah berwudhu segera kumasuki tempat sholat akhwat di lantai 2. Kutunaikan sholat dzuhur ditambah dengan sunnah rawatib, kemudian kubiarkan tubuhku beristirahat sejenak untuk menikmati berada di tempat ini lagi. Ternyata masjid ini masih memiliki tingkat kenyamanan yang cukup tinggi buatku! Sayangnya aku tak bisa terlalu lama karena aku harus kembali ke depan komputer untuk menyelesaikan pekerjaan dan tugas kuliah.

Selama perjalanan pulang, kucerna kembali kalimat yang disampaikan ustadz pada ceramah tadi.

“tidak ada satu makhluk pun yang tidak mengetahui siapa Tuhannya”

Tentu saja! Karna sesungguhnya setiap benda yang ada di alam raya ini berdzikir menyebut nama Allah dengan caranya masing-masing. Belum lagi manusia yang ruhnya ditiupkan disaat hari ke 120 berada di rahim ibunya, telah berjanji untuk mengakui bahwa Allah-lah Tuhan mereka.

Salah satu sifat dasar manusia adalah memiliki rasa ketergantungan. Sebagai ummat Islam, tentunya sifat ketergantungan ini seharusnya ditujukan hanya pada Allah. Kadang aku merasa heran dengan manusia yang sudah mendapatkan begitu banyak nikmat dunia (mulai dari nikmatnya sehat, bisa memakan makanan apapun yang diinginkan, mendapatkan nilai baik, pekerjaan baru dengan gaji tinggi, and the bla… bla… bla…) tetapi tidak menyadari bahwa seluruh nikmat itu berasal dari pemberian Allah. Sehingga tidak ada yang dilakukannya untuk mensyukuri nikmat-nikmat tersebut. Contoh sederhananya, mau menerima nikmat tapi tidak mau disuruh sholat.

Atau ada juga manusia yang begitu banyak mendapatkan kesulitan (rezeki tidak lancar, badan tidak sehat, mendapatkan nilai jelek, kehilangan pekerjaan, susah mendapatkan jodoh, and the bla… bla… bla…) tidak menyadari bahwa sesungguhnya yang dia terima itu adalah pemberian Allah juga. Saking tidak bersyukurnya, ia hanya bisa meratapi nasib dan menyalahkan Tuhannya tapi tidak mau merubahnya dengan beribadah lebih sungguh-sungguh.

Fabi ayyi alaa irobbikumaa tukadzibaan…
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

Semoga ini menjadi sebuah renungan

Senin, 04 Mei 2009

cerita kehidupan atas nama CINTA

Pernahkah terpikirkan mengapa Allah menciptakan kita?

Allah menciptakan segala sesuatu pasti ada manfaatnya. Allah tidak menciptakan kita, makhluk-Nya, selain karena satu hal yaitu: CINTA.

Setiap benda di angkasa yang diciptakan untuk kemudian bergerak, berputar atau beredar dengan teratur... Setiap benda di bumi yang diciptakan kemudian tumbuh, jatuh, mengalir, atau terbang ke arah angin yang menghembusnya... Setiap bunga yang mekar, setiap ulat yang berubah menjadi kupu-kupu indah... Semua tercipta karena cinta. Seperti kata Ibnu Qayyim dalam Taman Para Pencinta, semua gerak di alam raya ini, di langit dan bumi, adalah gerak yang lahir dari kehendak dan cinta. Subhanallah...

Ya, Allah menciptakan kita karena Ia mencintai kita... Bahkan jika Allah tidak mendapatkan manfaat dari ciptaan-Nya, maka tidak ada yang dapat menjelaskan motif di balik cerita kehidupan itu kecuali hanya satu kata: CINTA. Mengutip tulisan Anis Matta dalam Serial Cinta.

Percayakah kau bahwa Allah mencintaimu?
Dan apa yang telah kau lakukan untuk membalas cinta Allah kepadamu?

Buktikanlah kalau Allah tidak sia-sia menciptakanmu dan memberikan kau kesempatan untuk hidup...
Balaslah cinta Allah dengan seluruh cinta yang kau miliki, cinta terhebat yang tak pernah kau serahkan selain hanya kepada-Nya.

Ya Allah,
ketika kudekati diri-Mu sejengkal, maka Kau menghampiriku sehasta.
ketika kudekati diri-Mu dengan berjalan, maka Kau menyambutku dengan berlari...
inginnya aku menghambur untuk melebur dengan cinta-Mu.

disaat aku tak bisa mendefinisikan cinta-Mu kepadaku...

Indonesia Militan by A. Riawan Amin

Mulai deh ngerasa "haus" akan buku, pas jalan ke toko buku banyak yang pengen dibeli. Tapi karna keterbatasan finansial, jadinya pilih2 yang lagi pengen banget dibaca. Sebenernya gak ada judul yang direncanain, tapi akhirnya nemu juga buku yang cukup berisi (diliat dari judul dan sinopsis belakang buku! hehe...) dengan harga yang standar buat mahasiswa...

Indonesia Militan by A. Riawan Amin

Selain judulnya, satu hal yang bikin aku ngerasa suka sama buku ini yaitu penulisnya. Sempet mikir "siapa ya A. Riawan Amin???" kayaknya nama itu gak asing buat aku. Saking penasarannya aku sampe nyari di internet, hehe... akhirnya aku inget!!! dia pendiri bank syariah pertama di Indonesia, Bank Muamalat Indonesia. Ia juga penulis dari buku The Celestial Management. Waaaahhhh.... berarti aku gak salah beli buku!

Buku Indonesia Militan menggambarkan kondisi degradasi mental bangsa Indonesia saat ini. Jangan dibandingkan dengan militansi Bung Karno dan Bung Hatta, para founding fathers kita. Bangsa Indonesia sudah kalah jauh dengan bangsa tetangga yang justru dulu berguru ke tempat kita, bahkan dari negara yang memiliki wilayah tak seluas Jakarta.

Apa sih arti kata "militan"???A. Riawan Amin dalam buku ini mengartikan militan sebagai orang yang memiliki semangat tinggi dalam memperjuangkan apa yang diyakini. Menurutnya ada tiga ciri orang yang militan. Pertama, ia seorang aktivis. Kedua, seorang militan tidak pernah berhenti berjuang. Ketiga, seorang militan memiliki kepemimpinan yang kuat dan visioner.

Jika kita melihat betapa hebatnya bangsa terdahulu untuk memperjuangkan kemerdekaan, itulah yang disebut militan. Namun, mereka pasti akan merasa sakit hati melihat apa yang dulu diperjuangkannya sekarang malah dirusak oleh bangsa sendiri. Memang, mental bangsa ini sudah dirusak secara perlahan-lahan. Baik itu dari segi kepemimpinan yang tidak lagi menjadi "pelayan" bagi rakyatnya, sampai gaya hidup yang tidak merasa bangga dengan milik sendiri.

Kemandirian bangsa. Itu hal kedua yang harus dipahami oleh bangsa ini. Mau sampai kapan kita terus bergantung pada "uluran tangan" asing? Tentunya semua bangsa di dunia mengakui bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya, tapi sayang nya bangsa indonesia tidak mencintai negaranya sendiri. Segala aset dijual untuk "ngasih makan" orang kaya, produk-produk Indonesia kalah bersaing dengan produk luar negeri hanya karena alasan prestis. Andaikan pemimpin dan rakyat kita bersatu, membuat suatu visi yang akan dicapai bersama-sama bukan hanya segelintir orang yang menggunakan emblem partai atau golongan.

Perekonomian adalah hal yang sangat fundamental bagi suatu negara, sistem ekonomi harus dibuat sesuai dengan kebutuhan rakyat. yang pro-rakyat lah intinya! Namun, sistem ekonomi kita masih cenderung kapitalis. Modal hanya berputar di sektor keuangan, yang kaya akan semakin kaya. Bank-bank konvensional hanya menginvestasikan dana masyarakat di SBI. Padahal bangsa ini sudah sadar betul bahwa sektor riil-lah yang menjadi penopang utama perekonomian kita. Nah, dalam buku ini A. Riawan Amin menekankan pentingnya revitalisasi sistem perbankan dan keuangan. Apalagi kalo bukan tujuannya men-syariahkan sistem ekonomi kita. Sistem ekonomi syariah bukan hanya sistem yang menghindari hal-hal berbau riba, spekulasi, keuntungan dari bunga dan segala macam yang berjenis haram. Tapi sistem ekonomi syariah juga turut mengembangkan sektor riil yang ada di masyarakat bahkan samapai ke lapisan bawah, atau yang dalam buku ini disebut usaha yang baru start-up. Setidaknya isu yang dibawa oleh sistem ekonomi syariah bukan hanya sekedar meng-Islamkan Indonesia, tapi juga mensejahterakan rakyat Indonesia secara keseluruhan.

Setelah bangsa Indonesia sudah bisa hidup sendiri, kalo kata Bung Karno "berdiri di atas kaki sendiri", dan sudah mapan secara ekonomi, maka insyaAllah bangsa Indonesia dapat bersaing di kancah dunia. Dan negara Indonesia akan terbebas dari yang namanya "penjajahan" baik secara kasat maupun yang tak kasat mata, dengan senjata maupun iming-iming harta, ataupun penjajahan secara moral spiritual (hahaha... apaan sih risdie!!!).

Begitulah. Sudah terlalu banyak kebobrokan mental bangsa Indonesia yang dirangkum oleh A. Riawan Amin dalam buku ini. Saatnya kita memperbaiki diri dan berusaha menjadi orang yang militan, menciptakan perubahan demi kemandirian bangsa dan perbaikan. Andai saja buku ini dibaca oleh semua bangsa Indonesia, aku yakin Indonesia bukan hanya menjadi bangsa yang berdikari tapi juga menjadi cerminan bangsa lain. Saatnya untuk berubah. Harapan itu masih ada!

.09Januari2009.